Sultan Mahmud II lahir pada
tahun 1785 dan mempunyai didikan tradisional,
antara lain pengetahuan agama, pengetahuan pemerintahan, sejarah dan
sastra Arab, Turki dan Persia. Ia diangkat menjadi sultan pada tahun 1807 dan
meninggal pada tahun 1839[1].
Di bagian pertama dari masa kesultanannya ia
disibukkan oleh peperangan dengan Rusia dan usaha menundukkan daerah-daerah
yang mempunyai kekuasaan otonom besar. Peperangan dengan Rusia selesai pada
tahun 1812 dan kekuasaan otonom daerah akhirnya dapat ia pekercil kecuali
kekuasan Muhammad Ali Pasya di Mesir dan satu daerah otonomi lain di Eropa[2].
Setelah
kekuasaannya sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Usmani bertambah kuat,Sultan
Mahmud melihat bahwa telah tiba masanya untuk memulai usaha-usaha pembaharuan
yang telah lama ada dalaam pemikirannya.
Sebagai
sultan-sultan lain, hal pertama yang menarik perhatiannya ialah pembahaaruan
dalaam bidaang militer. Oleh karena itu, lembaga-lembaga pendidikan yang
diadakan pada zaman pemeritahannya dimaksudkan terutama untuk melatih
perwira-perwira Angkatan Darat. Di tahun 1826 ia membentuk suatu kops tentara
baru yang diasuh oleh pelatih-pelatih yang dikirim oleh Muhammmad Ali Pasya
dari Mesir. Ia menjahui pemakaian pelatih-pelatih Eropa atau Kristen yaang di masa
lampau mendapat tantangan dari pihak-pihak yang tidak setuju dengan
pembaharuannya.
Perwira-perwira
tinggi Yenisseri menyutujui pembentukan kops baru itu, tetapi perwira-perwira
bawahan mengambil sikap menolak. Beberapa hari sebelum kops baru itu mengadakan
parade, Yeneseri berontak. Dengan mendapat restu dari Mufti besar Kerajaan
Usmani, Sultan memberi perintah untuk menyerang Yeniseri yang sedang berontak
dan memukuli garnisum mereka dengan meriam.
Pertumpahan
darah terjadi dan lebih kurang seribu Yeniseri mati terbunuh. Tempat-tempat
mereka selalu berkumpul di hancurkan dan penyokong-penyokong mereka dari
golongan sipil ditangkapi. Tarekat Bektasyi, sebagai tarekat yang banyak
mempunyai anggotanya dari kalangan Yeniseri dibubarkan. Kemudian Yeniseri sendiri
dihapuskan.
Dengan
hilangnya Yeniseri, golongan ulama yang anti pembaharuan, juga sudah lemah
kekuatanya. Sokongan dari Yeniseri dan Tarekat Bektasyi tiada lagi. Sokongan
dari penduduk Ibu Kota, yang selama ini
dapat diperoleh melalui Yeniseri dan Bertasyi, tidak mudah lagi dapat
dibangkitkan. Usaha-usaha pembaharuan di Kerajaan Usmani abad kesembilan belas,
dengan demikian, mulai dapat berjalan lancar.
Sultan
Mahmud II melakukan reformasi-reformasi yang jauh sekali pada Angkatan
Bersenjatanya dan Admimistrasi pemerintahannya, setelah dihancurkan Yanisere.
Lembaga-lembaga pendidikan sekuler juga dibuka, dan rombongan pertama terdiri
dari 150 mahasiswa dikirim ke pusat-pusat pendidikan di Eropa. Setelah menindas
kekuatan dan pengaruh para ulama, Sultan mengambil semua kekuatan ditanganya
sendiri. Daripada meningkatkan institusi-institusi Islam, Sultan berusaha untuk
menggantikannya dengan institusi-institusi Eropa, sekalipun ia membiarkaan
dualisme dengan adanya
institusi-institusi yang lama dan institusi-institusi yang baru hidup
berdampingan. Perubahan-perubahan itu telah demikian mendalamny
Reformasi
Sultan Mahmud meratakan jalaan ke arah Tanzimat. Ia berhasil menegakkan
administrasi sentral yang mengontrol semua imperium. Satu-satunya pengecualian
adalah Mesir, dimana Muhammad Ali Pasya menekankan kemerdekaanya sendiri.
Reformasi yang dilakukan oleh Peter Agung di Rusia tidak syak lagi merupakan
sumber inspirasi bagi Sultan Mahmud. Sultan Mahmud harus berlomba dengan dengan
Muhammad Ali Pasha yang mengadakan reformasi ala Barat dari Mesir dengan
bantuan perwira-perwira dan instruktur-instruktur Perancis. Hubungan diplomatik
antara Prancis dengan Turki tegang sejak
serbuan Napoleon ke Mesir pada tahun 1798, pada waktu pemerintahan Sultan Salim
III. Oleh karena itu, Sultan Mahmud minta kepada perwira-perwira kepada
Angkatan Daratnya[3].
a)
Birokrasi Pemerintahan
Sultan Mahmud II, di kenal sebagai sultan yang tidak
mau terikat paada tradisi dan tidak segan-segan melanggar adat kebiaasaan lama.
Sultan-sultan sebelumnya menganggap diri merekaa tinggi dan tidak pantas
bergaul dengan rakyat. Oleh karenaa itu mereka selalu mengasingkan diri dan
menyerahkan soal pengurus rakyat kepaada bawahannya. Timbullah anggapaan mereka
bukan manusia biasa dan pembesar-pembesar Negara pun tidak berani duduk ketika
menghadap Sultan.
Tradisi
aristrokasi ini dilanggar oleh Mahmud II. Ia mengambil sikap demokratis dan
selalu muncul di muka umum untuk berbicara atau menggunting pita pada
upacara-upacara resmi. Menteri dan pembesar-pembesar negara lainnya ia biasakan
duduk bersama jika datang menghadap. Pakaian kerajaan yang ditentukan untuk
Sultan dan pakaian kebesaran yang biasa dipakai menteri dan pembesar-pembesar
lain ia tukar dengan pakaian yang lebih sederhana. Tanda-tanda kebesaaran
hilang. Rakyat biasa dianjurkan pula
supaya meningggalkan pakaiaan tradisional dan menukranya dengan pakaaian Barat.
Perubahan pakaian ini menghilangkan perbedaan status sosial[4].
Sultan Mahmud II juga mengadakan perubahan
dalam organisasi pemerintahan Kerajaan Usmani. Menurut tradisi Kerajaan Usmani
dikepalai oleh seorang Sultan yang mempunyai kekuasaan sementara atau atau
duniawi dan kekuasaan spiritual atau rohani. Sebagai penguasa duniawi ia memakai titel Sultan dan sebagai kepala
rohani umat Islam ia memakai gelar Khalifah. Oleh karena itu Raja Usmani
mempunyai dua bentuk kekuasaan, kekuasaan memerintah negara dan kekuasaan menyiarkann
dan membela Islam. Semua rakyat harus tunduk pada Sultan. Sultan bersifat
absolut dalam menjalankan pemerintahan kerajaan Usmani. Rakyat tidak dapat
meminta pertanggungjawaban dari Sultan, karena ia hanya bertanggungjawab pada
Tuhan.
Dalam
melaksanakan kedua kekuassaan itu Sultan dibantu oleh dua pegawai tinggi. Yaitu
Sadrazam untuk urusan pemerintahan dan Syaikh al-Islam untuk urusan keagamaan.
Keduanya tidak mempunyai suara dalam soal pemerintahan dan hanya melakasanakan
perintah Sultan. Ketika Sultan berhalangan atau bepergian ia digantikan oleh
Sadrazam dalam menjalankan tugas pemerintahan. Sebagai wakil Sultan, Sadrazam
mempunyai kekuasaan yang besar.
Kedudukan
Sadrazam sebagai pelaksana tunggal dihapuskan oleh Sultan Mahmud II sebagai
gantinya ia adakan jabatan Perdana Menteri yang membawahi Menteri-menteri dalam
negeri, luar negeri, keuangan dan pendidikan. Departemen-departemen yang mereka
kepalai mempunyai kedudukan semi otonom. Perdana menteri merupakan penghubung antara
para menteri dan Sultan. Kekuasaanya sudah jauh berkurang dari kekuasaan
Sadrazam.
Kekuasaan
yang pada mulanya berada ditangan Sadrazam dipindahkan ke tangan Syaikh
Al-Islam. tetapi dalam sitem baru ini, di smping hukum syariat diadakan pula
hukum sekuler. Yang terletak di bawah kekuasaan Syaikh Al-Islam hanya hukum
Syariat. Hukum sekuler ia serahkan kepada dewan Perancang Hukum untuk
mengaturnya.
Sultan Mahmud II juga menerepkan
perbedaan antara urusan Agama dan Negara . dalam hali ini urisan agama diatur
oleh Syari’ah. Sedangkan urusan Negara diatur oleh hukum sekuler yang diadopsi
dari sistem barat. Pada pemerintahan selanjutnya membawa Turki kepada adanya
dua hukum yakni, hukum syari’ah dan hukum sekuler[5].
Pada zaman kekuasaan Sultan
Mahmud bahwa sistem feodal dihapuskan, urusan wakaf dipindahkan di bawah
pengawasan suatu Direktorat, yang kemudian hari ditinggalkan statusnya menjadi
kementrian. Dengan menghapus sistem feodal, Sultan mengakhiri kekuasaan tuan
tanah-tuan tanah, yang selama ini diminta untuk membiayai Angkatan Darat.
Setelah berdirinya Direktorat Awqaf ,
pengumpulan dan pengeluaran harta wakaf berada langsung di bawah kekuasaan
Sultan. Jadi, para ulama yang selama ini mempunyai pengaruh di pemerintahan,
kehilangan kontrolnya terhadap Awqaf, dan gaji mereka sekarang ini dibayar oleh
Departemen Keuangan Osmaniyah. Dengan perkataan lain, ulama menjadi berada di
bawah kekuasaan Sultan. Kekuatan dan pengaruh mereka banyak berkurang.
Sebenarnya mereka telah kehilangan banyak pengaruh setelah penghancuran korp
Janissari pada tahun 1826, tetapi setelah re-organisasi yang luas dari kantor
Wazir Besar yang kemudian diangkat sebagai Perdana Menteri, Sultan tambah
mengurangi segi prestise ulama. Perlu diterangkan, bahwa dalam reformasi
administrasi itu berdirilah Kementrian Pendidikan dan Kementreian Kehakiman.
Selama itu, para ulama mengisi sekolah-sekolah dan kantor-kantor pengadilan
dengan para ulama. Sekarang ini, pejabat-pejabat di kedua Kementerian tersebut
diisi oleh menteri-menteri yang bersangkutan. Kantor dan Departemen baru dari
kepala mufti didirikan, dengan nama Bab-i-Mesihet. Jadi, Mufti menjadi pejabat
pemerintah untuk pertama kalinya dan berada langsung dibawah kontrol Sultan.
Badan baru diadakan, nsmsnys Fetva Emini (komisi Fatwa) berada di bawah kepala
Mufti, yang atas petunjuknya, suatu komite ahli hukum melaksanakan fungsi
pengusun fatwa.
Sultan
Mahmud II mendirikan badan baru dengan nama Meclis-i- Hass(Dewan Khusus), juga
terkenal dengan Meclis-i- Vukela ( Dewan Menteri) yang dipimpin oleh Perdana
Menteri. Ini bukan merupakan suatu kabinet dalam arti modern tetapi sebagai
pendahulu dari sistem kabinet dari suatu pemerintahan. Suatu komite lain
didirikan oleh Sultan, yang mempunyai peranan yang sangat penting selama
Tanzimat, yaitu Meclis-i-Valay-i- Adliye( Dewan Tertinggi Urusan Pengadilan)[6].
Dewan ini mempunyai fungsi legislatif, juga yudikatif. Semua reformasi ini
merupakan langkah-langkah yang sangat penting dalam gerakan pem-barat-an, sekalipun
tidak membawa perubahan-perubahan langsung. Generasi berikutnya dari pegawai
sipil yang dilahirkan oleh reformasi-reformasi yang dilakukan oleh Sultan
Mahmud yang mempunyai peranan yang sangat besar.
b)
Pendidikan
Perubahan
penting yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II dan mempunyai pengaruh besar
tehadap kerajaan Ustmani yaitu perubahan dalam bidang pendidikan. Sebagai
halnya di dunia Islam lain di zaman itum madrasah merupakan satu-satunya
lembaga pendidikan umum yang ada di kerajaan Usmani. Di madrasah hanya
diajarkan agama. Pengetahuan umum tidak diajarkan. Sultan Mahmud II sadar bahwa
pendidikan madrasah tradisional ini tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman
abad ke-19, beliau mengadakan perubahan dalam kurikulum madrasah dengan
menambahkan pengetahuan-pengetahuan umum ke dalamnya, sebagai halnya di dunia
Islam lainnya waktu itu, memang sulit. Madarsah tradisional tetap berjalan
tetapi disampingnya Sultan mendirikan dua sekolah pengetahuan umum, Mekteb-i
Ulum-u Ma’arifat ( Sekolah Pengetahuan Umum) dan Mekteb-i Ulum-u Eebiye(
Sekolah Sastra).
Di
kedua sekolah ini diajarkan bahasa Perancis, ilmu bumi, ilmu ukur, sejarah dan
ilmu politik di samping bahasa arab. Sekolah Pengetahuan Umum mendidik siswa untuk menjadi
pegawai-pegawai administrasi, sedang sekolah yang kedua menyediakan
penerjemah-penerjemah untuk keperluan pemerintahan. Beberapa tokoh pembaharuan
berikutnya adalah keluaran dari kedua sekolah ini.
Sekolah
kedokteran juga didirikan pada tahun 1827. Sekolah Musik Kerajaan dan Sekolah
ilmu-ilmu Militer di buka antara tahun 1831-1834, dimana instruktur-instrutur
asing saling mengambil pernan yang sangat penting. Sultan Mahmud membuka
sekolah-sekolah sipil pada tahun 1838, untuk pendidikan rakyat pertama dan
menengah, dengan tujuan untuk melatih
pegawai-pegawai sipil[7].
Pembaharuan-pembaharuan yang
diadakan Sultan Mahmud II di ataslah yang menjadi dasar bagi pemikiran dan
usaha pembaharuan selanjutnya di Kerajaan Usmani abad kesembilan belas dan
Turki abad keduapuluh.
[1] Harun
Nasution,1975, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta:
Bulan Bintang, hlm.90.
[2] Ibid,hlm
90.
[3] H.
A.Mukti Ali, 1994, Islam dan Sekularisme di Turki Modern, Jakarta: Djambatan,
hlm.37.
[4] Harun
Nasution,1975, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta:
Bulan Bintang, hlm 92.
[5] Ira M,
Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam,bag III,hlm.76.
[6] H.
A.Mukti Ali, 1994, Islam dan Sekularisme di Turki Modern, Jakarta: Djambatan,
hlm.38.
[7]
H.A.Mukti Ali, 1994, Islam dan Sekularisme di Turki Modern, Jakarta:Djambatan,
hlm.39.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar