Banyak orang
Islam yang dipengaruhi oleh ide bahwa orang-orang "Orientalis"
bersangkut paut dengan para penjajah yang memusuhi Islam. Kaum orientalis
terpelajar sungguh telah berikhtiar untuk memperlihatkan banyak masalah pokok
kepercayaan orang Islam adalah salah, terutama yang sekunder, kecuali
barangkali tidak banyak orang Islam yang sadar akan rincian-rinciannya. Yang
lebih serius adalah sikap umum kaum orientalis dan bangsa Eropa pada umumnya
dalam memandang Islam sebagai agama yang rendah dengan berhagai kelemahan,
begitu pula dalam beberapa kasus yang terdapat pada asumsi superioritas pribadi
penjajah itu. Memang benar, ada pula kesadaran di tengah kaum muslimin akan
keterbelakangan negeri-negeri Islam dibandingkan dengan barat. Dalam bukunya
The Spirit of Islam Ameer Ali berikhtiar menentang anggapan yang merendahkan
Islam. Dalam nada yang sama seorang Mesir, Muhammad Rashid Rida, yang
menerbitkan jurnal bulanan Al-Manar tahun 1898-1935, hendak menekankan fakta
bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat Eropa yang telah terjadi itu
secara luas melampaui apa yang telah dipelajari dari kaum muslimin di Spanyol
dan dari peradaban Islam secara umum. Menurutnya, hal ini memperlihatkan bahwa
kondisi keterbelakangan kaum muslimin sekarang ini bersifat temporer dan tidak
perlu dirasakan inferioritas yang inheren. Argumen ini juga pada gilirannya
ditunjukkan sebagai justifikasi bagi diterimanya pendidikan Eropa oleh kaum
muslimin, karena dalam pengertian ini asal-usulnya berasal dari Islam. [30]
Sangat
sedikit orang Islam yang mempunyai apresiasi mendalam terhadap pandangan
intelektual barat dalam hal sejarah, ilmu pengetalluan dan filsafat.
Orang-orang yang demikian itu cenderung kurang perhatian untuk menentang kaum
orientalis ketimbang untuk memperlihatkan para penganut agama Islam bagaimana
mereka dapat menerima tingkat westernisasi dan malah masih mempertahankan
identitasnya yang berbeda. Akibatnya, sekalipun ada berbagai ikhtiar untuk
menolak apa saja yang dilihat sebagai serangan terhadap Islam, mereka tidak
akan pernah terpengaruh dengan orang- orang barat yang terdidik, dibandingkan
dengan pengaruh para ilmuwan barat. Satu garis berfikir untuk menyatakan bahwa
Al-Qur'an yang mengantisipasi berbagai ragam penemuan-penemuan ilmiah itu belum
terjadi sampai abad-abad belakangan ini, misalnya: rotasi dan revolusi bumi
(39: 5); pembuahan tumbuh tumbuhan lewat angin (15: 22); revolusi matahari,
rembulan dan planet-planet pada orbit-orbit yang telah ditentukan (36: 38 dan
seterusnya); air sebagai asal-usul bagi semua makhluk hidup (21: 30); model
kehidupan lebah (16: 69); persilangan seks pada tumbuh tumbuhan dan
makhluk-makhluk yang lain (36: 35). Diperbincangkan bahwa semenjak hal-hal
pokok itu tidak mengetahui makhluk yang bernama manusia pada masa hayat
Muhammad SAW, mereka membuktikan bahwa Al-Qur'an itu betul-betul mempunyai
asal-usul samawi dari Tuhan. [31] Garis pemikiran inilah yang dibicarakan oleh
seorang ahli kedokteran Perancis, Maurice Bucaille, yang menghasilkan buah
penanya yang mempunyai pokok isi masalah yang diperlihatkan tersebut,
sungguhppun terdapat banyak kesalahan ilmiah dalam kitab Bibel. Al-Qur'an,
dengan demikian, mendahului ilmu pengetahuan yang ada pada zamannya dan
mengantisipasi penemuan-penemuan terkemudian.
Di antara
orang-orang Islam yang dinyatakan menyerang Islam tidak ada usaha mendapatkan
pemahaman yang senyatanya tentang pandangan intelektual barat dan menciptakan
"oksidentalisme" Islam sebagai serangan balasan terhadap
orientalisme. Malahan mereka dipenuhi dengan argumen-argumen superfisial
menentang Kristen dan pandangan-pandangan barat. Jadi komunitas Ahmadiyah yang
heretik (bid'ah) itu menyatakan dirinya telah mendapatkan kuburan Yesus di
Srinagar, Kashmir dan mengadopsi pandangan bahwa Yesus hanya jatuh pingsan di
tiang kayu salib, lalu pulih lagi dan pergi ke timur untuk menyebarkan
ajarannya. Bukti bagi pengidentifikasian kuburan yang khusus sebagai kuburan
Yesus itu adalah tidak ada gunanya sama sekali.
Sebagian
orang Islam mendapatkan senjata lain untuk menyerang Kristen dalam kitabnya
yang disebut Injil Barnabas. Manuskrip asli tentang kitab yang disebut Injil
Barnabas ini hanya ada di (dalam bahasa) Italia dan pertama kali didengar di
Amsterdam pada tahun 1709, lalu kemudian diperoleh jalannya ke perpustakaan
Imperial di Vienna. Disebutkan ada yang telah menjadi versi terbitan bahasa
Arab awal, namun tidak ada salinannya yang muncul. Teks Injil Barnabas ini
diterbitkan oleh dua orang ilmuwan Kristen pada tahun 1907 dengan terjemahan
bahasa Inggris. [32] Kitab ini besar -- tebalnya lebih dari dua ratus bab dan
terdiri dari empat ratus halaman. Kitab ini sebagian terbesar berisi bahan pada
ajaran-ajaran yang aktual, namun juga terdapat beberapa tambahan yang disusun
untuk mendukung Islam dengan mengorbankan Kristen. Hal itu dilakukan sepanjang
untuk membuat Yesus menyatakan Muhammad sebagai Messiah. Ilmuwan-ilmuwan
Kristen telah sepakat bahwa kitab itu ditulis kemungkinan sekali pada akhir
abad enam belas, atau kemungkinan juga pada abad ke empat belas -- oleh seorang
Kristen yang pindah agama ke Islam. Pengetahuannya tentang Islam belum
sempurna, karena orang ini masih banyak melakukan kesalahan tentang Islam,
demikian pula semua bentuk kesalahan yang lain, seperti menempatkan Nazareth di
Laut Galile. Jadi nilai historis kitab Injil Barnabas ini sama sekali nihil
atau nol, yang secara meyakinkan diperlihatkan pada pendahuluan buku itu. Yang
amat meyakinkan adalah bahwa para ilmuwan Kristen telah menerbitkan kitab ini
untuk menunjukkan bahwa para ilmuwan Kristen itu tidak berfikir tentang kitab
ini yang dapat merugikan kepercayaan Kristen dalam beberapa cara. Mereka
agaknya dimotivasi oleh semacam bentuk rasa ingin tahu historis, karena, ketika
kitab itu diketemukan di awal abad delapan belas, banyak orang yang menggunakan
kitab ini dipakai oleh Deist Inggris untuk menyerang ortodoksi Kristen.
Setelah
terbitan teks dalam bahasa Italia dan terjemahan bahasa Inggrisnya, sebagian
orang Islam menjadi tertarik kepada kitab itu dan pada tahun 1908 terjemahan
bahasa Arab terdapat di Kairo. Terjemahan Arab ini diikuti oleh terjemahan ke
dalam bahasa-bahasa Islam yang lain, bahasa Urdu, bahasa Persia dan bahasa
Indonesia. Kebanyakan orang muslim diyakinkan bahwa kitab ini dengan jelas
menunjukkan ketidaksahihan dan kesalahan ajaran Kristen, dan berdasarkan alasan
ini terjemahan-terjemahan sudah acapkali diangkat kembali ke permukaan. Jadi
kitab Injil Barnabas ini mempunyai pengaruh tidak menguntungkan untuk
mempertegas orang muslim dalam pengakuannya terhadap persepsi Kristen yang
tidak sahih, kemudian akan membutakan mereka akan adanya keperluan untuk
mencapai persepsi yang lebih akurat dalam keimanan dan amaliah berjuta-juta
umat Kristen secara aktual. Terjemahan bahasa Perancis muncul pada tahun 1977
dengan pengantar dua orang ilmuwan dari barat, berspekulasi pada kemungkinan
penulis asli yang telah memasukkan bahan dari sumber Yahudi Kristen yang tidak
diketahui. [33] Namun ilmuwan yang lain, Jan Slomp, telah menunjukkan bahwa
tidak ada dasar-dasar yang solid bagi spekulasi tersebut. [34] Apa yang
sesungguhnya direalisasikan oleh kaum muslimin adalah kematangan pandangan
orang Kristen, didukung oleh bobot keilmuwan yang meliputi segala, yang secara
absolut diyakini bahwa kitab itu adalah palsu dan bahwa kitab itu tidak ada
yang bertentangan dengan pokok kepercayaan Kristen, bahkan dalam bahan-bahan
sekunder sekalipun.
Pada tahun
1977, terbit sebuah buku yang berjudul The Myth of God Incarnate [35] dianggap
oleh sebagian orang muslim sebagai bukti bahwa umat Kristiani meninggalkan
kepercayaannya kepada sifat ketuhanan Yesus. Universitas Raja Abdul-Aziz di
Jedah mensponsori sebuah buku setebal empat puluh halaman dalam bahasa Inggris
dan bahasa Arab dengan judul About The Myth of God Incarnate: An Impartial
Survey of its Main Topics dan ditulis oleh Abdus Samad Sharafuddin. [36]
Setelah pembahasan terinci dua makalah oleh Maurice Wiles, sang penulis
menyimpulkan: "Fakta yang sedemikian jauh dinyatakan agar berarti bahwa
inkarnasi Tuhan dalam diri Kristus itu tidak didukung oleh kitab-kitab suci
yang jelas. Berdasarkan alasan ini maka persoalan inkarnasi Tuhan di dalam diri
Kristus ini masih menjadi dunia yang chaos yang disebut "myth"
(mitos). Orang ini cenderung mengambil kata "myth" dalam arti negatifnya
sebagai yang hampir equivalen dengan kesalahan (halaman 10), dan pernyataan
ajaran tersebut sebagai "kesalahan besar yang telah berlangsung lama dalam
pemikiran Kristen" (halaman 1). Sekalipun sikap umum penulis ini adalah
eirenic, penulis ini tidak menyimpang dari kepercayaan bahwa semua kebenaran
itu didapatkan pada sumber Al-Qur'an dan sumber-sumber lain dimanapun adannya.
Dalam kesimpulan Abdus Samad Sharafuddin mengutip Al-Qur'an dalam 3: 199, yang
dengan baik menjelaskan Ahli Kitab dan meneruskan pernyataannya:
Ayat di atas
membawa pesan kehendak yang baik dan harapan universal terhadap seluruh
saudara-saudara, baik laki-laki maupun perempuan, yang beriman kepada
Kitab-Kitab kebenaran yang diimani dan terlepas dari labelnya -- Kristen,
Yahudi, atau Muslim. Kemungkinan tingkatan orang-orang yang beriman benar itu
dekat dan boleh jadi mereka mengikuti jalan persahabatan, persaudaraan dan
saling memahami, yang disinari oleh Deklarasi Konsili Vatican Kedua dalam
isunya yang di angkat pada tahun 1965 tentang "Religious Freedom" --
Kebebasan Beragama. [37]
Kemudian dia
mengutip dua kalimat pembukaan tentang Islam pada Deklarasi Vatican Kedua
tersebut - dengan menarik perhatian mengambilnya dari pendahuluan The Gospel of
Barnabas terbitan Karachi tahun 1973. Umat Kristen seharusnya mengapresiasi
keterbukaan Abdus-Samad Sharafuddin terhadap kebenaran Kristen dalam Perjanjian
Baru dan dokumen-dokumen yang lain, namun juga mesti dibuat sedih untuk melihat
bahwa orang ini hanya mendapatkan pendapat-pendapatnya yang sebelumnya tentang
Kristianitas yang dibayangkannya.
Orang
Kristen yang merefleksikan pada kritik The Myth of God Incarnate ini seharusnya
menyatakan betapa sulitnya seorang muslim untuk sadar akan betapa luasnya
pemikiran dan tulisan yang merupakan proses kehidupan teologi Kristen, karya
tunggal itu tinggi nilainya namun tidak lebih banyak ketimbang yang jatuh
kepada kematian. Buku khusus ini menjelaskan fakta yang memprovokasikan
perdebatan, sebagai yang diharapkan oleh para penulis, namun kini pernyataan
itu menempatkan orang yang terpesona terhadap apa yang benar-benar berubah pada
landasan sikap para ahli teologi Kristen. Buku itu sendiri, di samping judulnya
menggunakan istilah "mitos", bukan mendiskusikan konsep secara
keseluruhan, dan bahkan perhatian kepada "mitos" pada perdebatan
lebih lanjut yang tidak menggunakan topik tersebut. Sedang hal itu akan timbul
karena topik ini merupakan satu hal yang seyogyanya ditingkatkan pada dialog
antar umat beragama umat Islam, umat Kristen, dan umat pengikut agama lainnya.
Argumen-argumen
sederhana yang menentang para orientalis dan umat Kristen yang kemungkinan
diseimbangkan oleh catatan kritik yang menjadikan para orientalis meneliti
"pengaruh" yang oleh seorang muslim ditunjukkan pada pandangan
intelektual barat, Mohammed Arkoun:
L'utilisation
par le Coran d'elements de notions, de rites, de croyances, de recits deja
connus dans les culture anterieures, l'autorise pas la recherche des
"influences" ala maniere des philosophigues- historicistes. Ceux-ci
ont une theorie de l'orginali de l'orginalite litteraire ou doctrinale qui
interdit pratiquement le travail de recreation a l'aide de materiaux epars
puises dans le traditions aciennes. La inguistique moderne et la semiotique
permettent de retrouver la dynamique proper a chaque texte qui recombine et
reinvestit, dans ces perspectives neuves, des emprunts decontextualises. On
peut montrer, pour chaque recit, dans le Coran, comment le discours narratif
initie a une nouvelle experience du divin, tout en utulisant des noms, des
theme, des episodes, voire des termes provenant de textes antiriurs. [28]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar